Total Tayangan Halaman

Minggu, 27 Juni 2010

MENGENANG 127 TAHUN MELETUSNYA GUNUNG KRAKATAU.




Gambar: Krakatao menjelang meletus.





     Bulan Agustus 127 tahun yang lalu adalah bulan penuh duka. Sekira 30.000 orang disekitar Selat Sunda mengalami bencana yang sangat dahsyat dengan meletusnya G. Krakatau. Gunung yang terletak di bawah laut di selat itu merupakan gunung aktif yang menarik perhatian dunia. Sejak Mei 1883 Krakatau telah menunjukkan kegiatan yang terus bertambah. Menurut Neumann van Padang, pada bulan tersebut telah terjadi letusan yang menyemburkan awan debu dan uap air setinggi 1100 meter. 
     Mula-mula kegiatannya dari kawah Perbuatan, lalu menyusul ke kawah lainnya. Kemudian pada Senen 27 Agustus 1883, Krakatau meletus dan menyemburkan ejecta (ejekta)yaitu debu dan batu apung ke angkasa (Gambar, cat air S. Angudi). Letusan itu berasal dari kawah pusat, kawah parasiter dan kawah di bawah muka laut. Menurut K. Kusumadinata, seorang vulkanolog, ejekta yang dilemparkan sebanyak 18 km kubik setinggi 80 km. Bunyi letusan terdengar di Australia dan Singapura. Debu yang dilontarkan ke angkasa menutup sinar matahari dan mendinginkan bumi. 
     Majalah National Geographic di Amerika Serikat mencatat penurunan suhu bumi karena letusan tersebut. Letusan Krakatau merupakan nomor tiga di dunia dalam jumlah ejekta yang disemburkan ke angkasa. Yang pertama adalah letusan G. Tambora juga gunung api Indonesia yang pada tahun 1815 melontarkan 80 km kubik ejekta.Letusan ini mendinginkan bumi sehingga pada tahun 1816 disebut a year without summer di Amerika Serikat. Nomor dua adalah letusan gunung Mazama di Jepang yang pada tahun 4600 sebelum Masehi memuntahkan 42 km kubik ejekta.Pada letusan Krakatau ini,awan debu bukanlah satu-satunya sumber bencana. Karena kawah yang meletus berada di bawah laut, air laut yang bergejolak dapat menyebabkan gelombang tsunami yang menerjang pantai-pantai di sekitarnya. Dengan runtuhnya dinding kawah dasar laut, terbentuklah lubang kawah besar yang disebut kaldera. Air laut yang membanjiri kaldera dan mengisinya dengan arus yang deras dan banyak menyebabakan terjadinya gelombang setinggi 30 meter menerjang pantai Banten dan Lampung. Sebuah kapal uap yang sedang berlayar di Selat Sunda Berouw didamparkan di hutan sejauh tiga kilometer dari pantai. Rel kereta api di pantai Banten terpilin menjadi spiral-spiral laksana mainan anak-anak. Bangkai-bangkai binatang ternak, binatang liar dan manusia tersangkut padanya. Wisatawan yang tidak tahu sejarahnya saat ini akan bertanya kalau melihat manara lampu suar yang berada jauh dari bibir pantai. 
     Semoga petugas dari Direktorat Vulkanologi yang memantau gunung-gunung api di Indonesia mendapat peralatan yang cukup dan gaji yang memadai agar mereka tetap dapat memusatkan perhatian dan tetap sehat dalam menjalankan tugasnya di tempat yang sepi dan penuh bahaya. Pemantauan yang teliti dapat menghindarkan korban manusia yang lebih banyak***

Salam untuk semua pembaca 
Bahan:Catalogue of References on Indonesian Volcanoes with Eruptions in Historical Time/Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Direktorat Vulkanologi; National Geographic. 

Ketik Sardjono Angudi pada Google untuk membaca cerita lainnya dari jongki.angudi@gmail.com

Selasa, 08 Juni 2010

 KEINDAHAN PENINGGALAN DI JATINANGOR

         Pada km 21 jalan raya Bandung-Sumedang ke arah Sumedang, kira-kira 300 m sesudah melewati Kampus Institut Managemen Koperasi (IKOPIN) masuk ke kiri, 200 m dari jalan raya tersebut tampaklah Gedung Rektorat Universitas Winaya Mukti (UNWIM) yang dibangun pada tahun 2000-an, tetapi dengan bentuk seperti gedung generasi Awal Abad XX (Gambar 1).
Bangunan ini disebut bergaya Indo-Eropeesche Architectuur Stijl.

 


      



Gambar 1: Universitas Winaya Mukti kemudian Institut Teknologi Bandung





       Karena curah hujan yang tinggi dan sinar matahari yang terik, penggunaan atap yang luas sangat diperlukan sebagai fungsi pelindung selain sebagai fungsi hiasan. Gedung-gedung UNPAD, UNWIM, IKOPIN dan Bandung Giri Gahana semuanya bergaya yang sama seperti tersebut di atas dengan berbagai variasi.
       

       Berjalan ke utara lagi dari Rektorat UNWIM, terdapat sebuah menara yang dibangun dengan gaya Romatic dengan hiasan-hiasan di keempat sisinya. Penduduk Jatinangor menjelaskan bahwa bangunan itu adalah menara sirene dan jam yang sampai bangkrutnya Kebun Karet Jatinangor, memberitanda waktu bagi penyadap untuk mulai bekerja dan kemudian mengambil mangkok lateks bila sudah penuh. Cultuur Ondernemingen van Maatschapaij Baud didirikan pada tahun 1841.

 


 Gambar 2: Menara Sirene Perkebunan dibangun 1841






       
       


 Gambar 3: Makam Baron Baud dan Mimosa di bawah pohon rindang.








        

 Gambar 4: Jembatan Kereta Api Cikuda. Dibangun 1918.








 Menara itu tampak terpelihara dan tidak kelihatan bahwa umurnya sudah 170 tahun. Di belakang menara sejak tahun 2010 ini telah berdiri Gedung Palang Merah Indonesia.
      Rumah Baron Baud, pemilik perkebunan Jatinangor dan empalesen-nya dahulu terletak di sebelah utara menara dan oleh penduduk disebut Loji. Loji yang dibangun pada tahun 1841 ini telah di bulldozer untuk tempat didirikannya Sport Centre KONI yang terbengkelai. Tembok Loji dibuat tidak menggunakan semen, tetapi adukan pasir, kapur, tepung bata, dan tanah kuning. Batanya padat, kurang berpori, dan mampat. Beratnya 2,1 kg dan ukurannya lebih besar sedikit dari pada bata sekarang yang beratnya 1,1 kg. Tampaknya bata yang digunakan untuk membangun Loji dibuat dari tanah yang tidak mengandung humus dan tanahnya mungkin ditumbuk sebelum dicetak menjadi bata.
       Dari cerita sumber, bata tersebut dicuci dan disikat sebelum disusun menjadi tembok pada waktu membangun rumah Baron Baud yang denahnya berbentuk huruf L berkamar 13. Sepuluh kamar membujur ke utara lalu ujungnya tiga kamar membujur ke timur. Di halaman Loji ditanam bermacam-macam pohon buah-buahan tropis langka.
Seratus meter disebelah barat menara terdapat dua nisan yang sudah tidak bernama di bawah pohon ki hujan, mahoni dan cemara yang telah berumur tua. Itulah makam Baron Baud dan putrinya Mimosa, pemilik dan pendiri onderneming.

Mendengar namanya Baron Baud bisa jadi orang Jerman yang menginvestasikan modalnya bersama perusahaan Belanda. Menurut cerita Baron Baud menikah dengan nyai-nyai dari Bogor. Nyai-nyai adalah sebutan bagi wanita pribumi yang jadi isteri pria kulit putih.
       Dari lokasi Bandung Giri Gahana kearah selatan dapat dilihat Gunung Geulis disebelah kiri, dataran Rancaekek yang merupakan daerah industri tekstil dan merupakan dasar Danau Bandung yang terbentuk pada 125.000 tahun sebelum Nabi Isa Al-Maseh a.s. waktu Gunung Tangkuban Parahu Purba meletus. Dasar itupun juga menjadi daerah persawahan. Danau mulai mengering pada 5000 tahun s.M.
Di sebelah timus Kampus UNPAD terdapat jembatan kereta api Cikuda yang dibangun pada 1918 oleh perusahaan kereta api kerajaan Bela
nda SS (Staat Spoorwegen).Dalam buku "Wajah Bandung Tempo Doeloe" tulisan Haryoto Kunto, disebutkan bahwa jembatan itu telah musnah. Jembatan ini bukannya jembatan yang lurus akan tetapi membelok dengan indahnya dan digunakan oleh rakyat untuk lewat membawa barang-barang keperluan sehari-hari dan jalan mahasiswa yang kost disekitar kampung menuju Kampus UNPAD.
Di ujung barat dan timur jembatan telah terjadi longsoran-longsoran karena erosi yang membahayakan berdirinya jembatan tersebut. Semoga ada perhatian dan modal dari yang berwenang untuk menyelamatkan jembatan, menara sirene dan Makam Baron Baud sebagai peninggalan sejarah, aset parawisata dan pendidikan.Di Perancis serakan batu bekas tentara Kerajaan Romawi memasak dipelihara dan dijadikan aset wisata. Jangan sampai suatu hari Indonesia akan menyesal karena obyek-obyek wisata yang dapat menghasilkan uang dan berguna bagi pendidikan ini hancur. *** Bahan: Wajah Bandung Tempo Doeloe /Haryoto Kunto; Survey pribadi. 

Salam untuk pembaca semua.

Ketik Sardjono Angudi pada Google untuk membaca cerita lainnya dari jongki.angudi@gmail.com
15/06/10

Selasa, 06 April 2010

PANZER MENGAWAL KERETA API KE BANDUNG
   Gambar 1: Panzer buatan Kavalri Divisi Siliwangi yang didorong lokomotif.
(pena S. Angudi)

       Panzer sebagai bagian dari peralatan kavaleri tidak hanya dapat digunakan dalam pertempuran melawan sesama panzer dan tank musuh seperti terjadi di Afrika pada waktu Perang Dunia ke-2. Di Jawa Barat panzer yang didorong kereta api digunakan untuk mengawal kereta api yang sering mendapat gangguan dan penggulingan oleh gerombolan DI/ TII sebelum tahun 1962.
Melalui darat bila anda akan ke Bandung dari Jakarta atau dari kota lain saat ini anda dapat berangkat kapanpun tanpa harus kawatir akan terdampar di kota kecil di luar Bandung. Akan tetapi antara tahun 1948 sampai tahun tahun 1962 anda harus berangkat pagi dan harus yakin bahwa sebelum jam 4 sore anda sudah sampai di

Bandung. Dari Bandung bila ada kendaraan yang berangkat keluar kota pada waktu agak sore, di perbasan kota, tentara akan melarang anda untuk meneruskan perjalanan karena tidak aman.





Gambar 2: Lokomotif D-52 buatan Krupp
(foto S. Angudi




Petani-petani yang kaya dan mempunyai lahan agak luas yang tadinya hidup tenteram di desanya terpaksa mengungsi ke Bandung beserta keluarga mereka dan membuat rumah di Bandung. Mereka hanya akan ke desanya kalau musim tanam dan musim panen untuk kemudian menjelang sore kembali lagi ke Bandung. Akan tetapi petani penggarap atau yang tidak begitu kaya terpaksa harus tetap tinggal di desanya dengan segala resikonya. Petani-petani miskin dan penggarap lalu mendirikan benteng bambu yang tebalnya 1 meter setinggi 3-4 meter seluas cukup untuk 10-15 keluarga beserta ternak mereka untuk tidur di dalamnya. Mereka takut tidur di rumahnya masing-masing. Benteng tersebut hanya mempunyai satu pintu keluar dan dijaga anggota Organisasi Keamanan Desa (OKD) atau di tempat lain disebut Organisasi Pertahanan Rakyat (OPR)yang beberapa diantaranya dipersenjatai oleh TNI dengan senjata-api yang agak kuno, bukan senjata standar TNI. Anggota-anggota OPR dipimpin oleh Babinsa (Bintara Pembina Desa).
Di sepanjang jalan kereta api dari Yogya ke Bandung di antara Maos di Cilacap sampai ke Rancaekek sepanjang 250 km, benteng-benteng bambu itu tampak di kiri kanan jalur KA. Bahkan di terminal bus Malangbong, dahulu berdiri satu benteng bambu yang besar.


Kereta Api perlu dikawal karena beberapa kali terjadi penggulingan terhadap KA oleh DI/TII di Trowek,Warungbandrek,Lebakjero, Padalarang dan beberapa tempat lain.
Untuk melindungi KA, Kavaleri Kodam VI Siliwangi (sekarang Kodam III) mengawal KA dengan panzer tak bermesin yang didorong oleh lokomotif uap D-52 buatan Krupp Jerman Barat. Panzer tersebut berisi anggota TNI yang siap dengan senjata mereka.









Gambar 3: Panzer dengan mesin Ford buatan Peralatan Angkatan Darat.
(foto S. Angudi)
 






Sedangkan Peralatan Angkatan Darat (PAL, sekarang PINDAD) membuat panzer dengan mesin diesel Ford VBA65HI yang dipasang pada panzer las-lasan buatan PAL yang dapat berlari 80 km/jam tanpa harus didorong oleh lokomotif uap sehingga dapat berpatroli sendirian. Ilustrasi menggambarkan panzer itu melewati benteng bambu buatan penduduk di daerah yang tidak aman 
                                                                                    


 Gambar 2:Panzer dengan mesin Ford buatan Peralatan Angkatan Darat. 
(pena S. Angudi)


 Bila ada pertempuran antara TNI dan DI/TII di depan, maka KA harus berhenti di halte terdekat. Karena udara di dalam gerbong makin panas para penumpang keluar dan menanyakan apa yang terjadi. Para pedagang teh panas dari cerek dan gelas-gelas menawarkan dagangannya. Penumpang yang lapar membeli nasi tahu panas yang dibungkus di daun-daun pisang. Di warung dalam gedung halte tersedia limun dengan botol tutup porselen dengan bantalan karet ban dalam mobil agar dapat ditutup rapat dengan tungkai kawat. Itulah pengalaman saya beberapa kali menaiki KA berkawal tersebut.
Pada bulan Juni 1962 Sersan Ara Suhara dan Letnan Dua Suhanda dari Kompi C Batalion 328 Kujang II Siliwangi menyergap pimpinan DI/ TII Sekarmaji Maridjan Kartosoewirjo di Gunung Geber Majalaya di selatan Kota Bandung. Semenjak itu KA ke Bandung berangsur aman dan tidak perlu lagi dikawal oleh panzer.
Pemberontakan bersenjata yang lamanya 13 tahun di Tatar Sunda itu telah menghalangi pertumbuhan ekonomi masyarakat, ribuan ibu-ibu menjadi janda dan ribuan anak-anak yang tak berdosa menjadi yatim/ yatim-piatu sehingga mereka hidup lebih sengsara. Menurut dakwaan Jaksa Penuntut dalam Pengadilan Militer kerugian masyarakat dan negara antara periode 1953 sampai 1960 tercatat 22.895 orang telah meninggal dan 115.822 rumah telah dibakar. Tidak dapat dihitung penderitaan dan kesengsaraan para anak yatim piatu yang menjadi terlantar karena peristiwa ini. (
garudamiliter.blogspot.co.id/2012/03/pengejaran-kartosuwiryo).
Semoga tidak ada lagi perselisihan bersenjata yang ujung-ujungnya selalu menyengsarakan rakyat terutama ibu-ibu dan anak-anak yang tidak berdosa.
Lokomotif D-52 sekarang disimpan di Museum Transportasi TMII di Jakarta, sedangkan panzer bermesin disimpan di Museum Mandala Wangsit Siliwangi, di Jl. Lembong Bandung. Panzer tak bermesin tidak diketahui keberadaannya.*** 


Sardjono Angudi
jongki.angudi@gmail.com
Bahan: Pengalaman dan survey pribadi

Rabu, 24 Maret 2010



 SERANGAN JEPANG KE CILACAP 1942


Pada tanggal 5 Maret 1942 Jepang menyerang kapal-kapal Sekutu yang melarikan diri dari Cilacap atau Tjilatjap. Sebelum Jepang menyerbu Asia, persiapan telah dilakukan setidaknya 10 tahun sebelumnya. Banyak pedagang-pedagang Jepang yang datang ke Hindia Belanda sebagai penjual bermacam-macam barang kelontong, hasil bumi, dan berbagai pekerjaan sebagai penyamaran. Tugas yang sebenarnya adalah menyebarkan pengaruh nagaranya kepada penggiat kemerdekaan bangsa-bangsa Asia yang terjajah agar membantunya, termasuk bangsa terjajah Hindia Belanda. "Asia untuk Bangsa Asia", "Bangsa Jepang adalah Saudara Tua bagi Bangsa Asia" dan lain sebagainya adalah slogan yang sering didengungkan. Pedagang-pedagang itu adalah intel sosial-ekonomi-politik.
Kontra intelijen Belanda IVG (
Inlichtingen en Veiligheidsgroup) tidak mendapati bukti-bukti yang berbahaya dari kegiatan para pedagang tersebut. Beberapa tahun kemudian waktu tentara Jepang mendarat di Hindia Belanda barulah hasil karya mereka itu tampak: Tentara Jepang dielu-elukan seperti layaknya tentara pembebas dari penjajahan. Beberapa tahun kemudian menyerbulah intel militer yang tugasnya berbeda dengan intel sosial-ekonomi-politik.
Setahun
menjelang penyerbuan Jepang intel militer di Cilacap mendapat kiriman radio pemancar dan penerima jinjing yang diselundupkan sebagai suku cadang yang terpisah-pisah. dan dikirimkan melalui cara estafet dan rahasia.
Sementara itu denah pandangan udara Selat Nusakambangan dan pelabuhan Cilacap telah diketahui oleh penerbang-penerbang AL Jepang. Para penerbang Jepang tahu bahwa kapal-kapal Sekutu yang akan melarikan diri dari Cilacap membawa pejabat sipil dan militer Belanda dan ABDACOM (America-British-Dutch-Australia Command) akan harus berlayar ke arah timur dari selat yang amat sempit. Pesawat dengan jangkauan terbang 1800 km dengan kecepatan 400 km/jam yang merupakan kekuatan utama Jepang dalam menyerang Pearl Harbor pada Desember 1941 telah disiapkan. Pesawat buatan Mitsubishi Aichi D3A1 yang oleh Sekutu dijuluki
Val dapat menyerang Cilacap dalam waktu 1/2 jam sejak perintah dikeluarkan. ABDACOM telah menberi tahu para kapten kapal agar bila kapal mendapat kerusakan harus diusahakan menepi kearah pantai Cilacap agar mudah mendapat pertolongan dan agar selat yang sempit itu tidak terganggu oleh kapal yang rusak. Dengan demikian pengungsian berikutnya dapat terus dijalankan.
Pada bulan Februari 1942, kota yang biasanya sangat sepi itu kedatangan para pejabat sipil dan militer dari ABDACOM yang merencanakan akan mengungsi. Para atasan menginap di Hotel Bellevue (sekarang Hotel Wijaya Kusuma) sedang bawahan di gedung-gedung sekolah, gereja dan bangunan besar lainnya serta tenda-tenda dilapangan.
Pada tanggal 4 dan 5 Maret 1942 di pelabuhan Cilacap diberangkankan konvoi kapal-kapal pengangkut pengungsi dan bala tentara ABDACOM yang dikawal oleh kapal perang.
Intel militer Jepang segera mengabarkan kepada kontak mereka melalui radio pemancar. Setengah jam kemudian 20 pesawat pembom penerjun (dive bombers) berawak dua dalam formasi tiga-tiga menyerang konvoi itu. Nelayan Cilacap yang pulang dari melaut terkejut, ketakutan dan takjub menyaksikan dan mendengar ledakan-ledakan terpedo mengenai kapal-kapal Sekutu. Nelayan Cilacap merasakan seakan berada ditengah pertempuran antara dua makhluk angkasa luar yang persenjataannya diluar jangkauan manusia pribumi Hindia Belanda (Gambar 1, cat air oleh S. Angudi).
Tak lama kemudian pelabuhan Cilacap di bom oleh pembom tinggi (high altitude bombers) Mitshbishi G3M yang oleh Sekutu dinamai Nell yaitu jenis pesawat yang telah menenggelamkan HMS Prince of Wales dan HMS Repulse.
Tiga hari kemudian pemerintah Hindia Belamda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Allah mengatur kebangkitan dan kehancuran di antara bangsa-bangsa manusia.Tanda-tanda awal bangkrutnya penjajahan Belanda di Indonesia mulai samar-samar nampak.Para anggota gerakan nasionalis berpikir bagaimana menindak lanjuti keadaan itu.Sepuluh tahun kemudian ketika saya ke Kali Yasa untuk mengail, bangkai-bangkai kapal perang dan kapal penumpang Sekutu masih berserakan di Selat Nusakambangan
(Gambar 2, cat air oleh S. Angudi).***   

Salam untuk pembaca semua.

jongki.angudi@gmail.com
Ketikkan Sardjono Angudi pada Google untuk membaca cerita lainnya.